Jan Pieterszoon Koen: Gubenur Jenderal VOC yang banyak Bertempur

Jan Pieterszoon Koen: Gubenur Jenderal VOC yang banyak Bertempur


Lahir 8 Januari 1587, Jan Pieterzoon Koen adalah Gubenur Genderal liding raad van Indie kemudian menjadi kepala kantor dagang di Banten dan Jakarta. Ia adalah gubenur Jendral yang cukup unik karena ia adalah Gubenur Genderal pertama di Jawa dan menjabat dua kali sebagai Gubenur Jenderal VOC.Tahun 1672 J.P. Koen menjadi gubenur Jenderal untuk kedua kalinya. Ia memeiliki istri pada tahun 1625 bernama Eva Ment.
Di era 1960-an ia dijadikan salah satu tokoh dalam pewayangan dengan nama plesetan Moer Djangkoeng. Plesetan ini dibuat sang dalang untuk menghindari kemarahan pihak Belanda di waktu masa penjajahan kalau mereka menamakan tokoh wayangnya dengan nama asli para Gubenur Jenderal, jadi sang dalang mengganti nama  asli yang sedapat mungkin namanya mirip denagn pribadi sosok yang digambarkannya.
Dalam legenda cerita lama dikisahkan dalam lakon Baron Sekeber tokoh utamanya adalah Baron Sumukul yang terpikat pada “Putri yang berselondang menjala” yang berasal dari daerah Priangan, kemudian mereka mempunyai putra laki-laki yang diberi nama Mur Jangkung atau Jan Pieterszoon Koen yang kemudian mendirikan kota Batavia.
J.P. coen sangat populer kala itu, wajahnya tertera dalam lembaran uang zaman VOC.  J.P. Koen meninggal dunia tahun 1629.
READ MORE - Jan Pieterszoon Koen: Gubenur Jenderal VOC yang banyak Bertempur

Ahmad Dahlan: Menanggapi Surat Ancaman

Ahmad Dahlan: Menanggapi Surat Ancaman

“Kalau Kyai ingin selamat, jangan bertablik ke…….Djawa Timur. Kalau berani ke-Djatim awas Kyai pulang tinggal nama”. Begitu bunyi surat ancaman itu. Tapi laki-laki bersosok kecil, tetapi tidak terlalu kurus, dengan kulit hitam manis dan berjangut yang diperlihara ini, tidak gentar. Ia tetap datang ke Djawa Timur, membawa istrinya pula.
Linggis, keris, bendo dan arit sudah disiapkan untuknya. Dengan tenaganya Kyai maju dalam sidang menuju ke podium. Sesudah salam, Kyai membaca ayat-ayat Al-Quran yang lagunya merayu-rayu, seolah-olah memohon kepada Allah agar tetap dilindungi.
Patah kata dakwah diucapkan Kyai, tambah lambah kian menarik. Akhirnya ancaman yang datang musnah.  Senjata-senjata yang jadi pusaka diletakan di bawah kursi. Kyai itu adalah Ahmad Dahlan.
K.H. Ahmad Dahlan lahir pada tahun 1869, di kampung kauman Yogyakarta dengan nama Muhammad Darwisy. Ayahnya bernama Kyai Haji Abu Bakar, iman dan khatib Masjid Besar Kauman Yogyakarta, dan Ibunya bernama Siti Aminah.
Sebagai putra khatib sudah barang tentu pendidikan perihal agama terbuka luas untuknya. Dari belajar fiqh, ilmu nahwu, ilmu qiraah, ilmu falak, ilmu hadist ia timba dari Kyai-kyai yang mumpuni.
Hubungan Kyai Ahmad Dahlan dan pusat kekuasaan Jawa cukup unik, karena kerajaan dipandang sebagai pusat tradisi Kejawen yang penuh mistik. Kelahiran Muhammadiyah pada 18 November 1912 sendiri berkait dengan kebijakan Hamengku Buwono VII dan VIII, yang konon kraton berada di bawah kekuasaan Belanda.
Kepergian Dahlan naik haji dan bermukim di Mekkah adalah perintah langsung Sri Sultan Hamengko Buwono VII. Raja memandang penting Raden Ngabei Ngabdul Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan) belajar Islam dari asal kelahirannya.
Salah satu tujuan pendirian Muhammadiyah adalah purifikasi Islam dari praktik-praktik TBC (taklid, bidah, dan churafat) yang dipandang Kiai Dahlan telah mengkronis dalam tubuh masyarakat.
Pembaruan model Wahabiyah di Arab pun dimulai, antara lain dengan manajemen organisasi modern, pendirian lembaga pendidikan, dan dakwah melalui media atau surat kabar.
Dalam bidang media dan suratkabar Ahmad Dahlan  memulai dengan menerbitkan berbagai macam buku almanak, siaran, suratkabar, majalah, buku bacaan dan buku pelajaran dengan menghimpun tenaga-tenaga pengarang, penulis, pelukis, mengadakan bibliotheek yang diatur dan organisasi oleh Majelis, Bagian Taman Pusaka.
Ia kemudian merintis suratkabar yang menjadi corong organisasi Muhammadiyah. Suratkabar itu diberi nama Soeara Moehammadijah (SM) terbit pertama kali pada Januari 1915 dengan mengusung slogan “Organ ini memuat keterangan tentang Agama Islam, diterbitkan sebulan sekali berbetulan dengan tanggal 1 bulan Belanda dan memuat keterangan lain-lainnya yang perlu”.
Kemudi, sekaligus pemrakarsa Suara Muhhammadiyah adalah K.H. Ahmad Dahlan, dibantu oleh AD. Hanie sebagai pimpinan redaksi. SM pada awal terbit merupakan majalah internal, diedarkan secara geratis dengan biaya produksi dari para donasi.
SM menggunakan bahasa Jawa dan Melayu, dicetak dipercetakan “Sri Pakualaman” di Jagalan, dengan tebal 22 halaman.
Selain SM, K.H. Ahmad Dahlan juga tercatatat di harian Medan Muslimin. Diceritakan setelah H.M. Misbach keluar dari penjara, maka makin hebatlah serangan Islam Bergerak terhadap Muhammadiyah. Suratkabar Medan Muslimin pun bertindak sama.
Nama K.H. Ahmad Dahlan dalam Medan Muslimin  bulan November atas permintaan H.M. Misbah supaya dicabut. Karena menurut, H.M. Misbah suratkabar Medan Muslimin dan Islam bergerak akan bersikap bertentangan dengan Muhammadiyah. Karena Muhammadiyah dianggap melembek, tidak menepati janji, serta kooperatif dengan pemerintah Belanda. Selain itu Muhammadiyah dianggap kemasukan aksi PEB (Politik Economiche Bond), partai yang didirikan Belanda.
Muhammadiyah, pimpinan K.H. Ahmad Dahlan memang tidak berpolitik. Sasaran yang menonjol adalah menyebarkan budaya Islam.
K.H. Ahmad Dahlan sedikit sekali meninggalkan karya tertulis. Ia tidak seproduktif teman-temannya di dunia pers kala itu. Tapi ide K.H.Ahmad Dahlan membangun pers sebagai corong organisasi, kemudian menjadi pemecut tumbuhnya suratkabar yang diterbitkan oleh badan yang belakangnya berdiri organisasi.
Munculnya kesadaran, bahwa surat kabar merupakan senjata ampuh bagi penyampaian ide-ide perjuangan, baik perjuangan politik maupun agama, di tahun 1932 Muhammadiyah melahirkan suratkbar Adil.  Lewat Suara Muhammadiyah maupun Adil, misi Muhammadiyah tersuarakan, jatuh bangunnya Muhammadiyah tercatat.
K.H. Ahmad Dahlan memimpin SM  hingga tahun 1923. Setelahnya diserahkan pada H Fachruddin, seorang tokoh Muhammadiyah sekaligus pemilik percetakan ‘Persatoean’.
K.H.Ahmad Dahlan lebih banyak bergerak dalam misi keagamaannya melalui pendidikan, membangun Muhammadiyah. Tahun 1922 kesehatannya pun mulai mengalami kemunduran. Pada tanggal 23 Februari 1923, bertepatan dengan 7 Rajab 1340 H, K.H. Ahmad Dahlan menghembuskan nafas yang terakhir di rumah kediamannya di Kauman Yogyakarta. Menitipkan Muhammadiyah, kepada generasinya. Sosoknya pun membuat sutradara terkenal Hanung Bramantyo jatuh hati dan akan merealisasikan Film KH. Ahmad Dahlan yang berjudul “Sang Pencerah” .(Rhoma Dwi Aria Yuliantri).
READ MORE - Ahmad Dahlan: Menanggapi Surat Ancaman